Oleh: Jovi Jus Dicaprio

Kelurahan Rukuwa, Kecamatan Binongko, adalah satu di antara antara beberapa pulau yaitu Wangiwangi (Wanci), Kaledupa, Tomia, dan Binongko. Pulau Binongko terletak paling ujung antara tiga pulau sebelumnya. Pulau Binongko terdiri atas dua kecamatan, yakni Binongko dan Togo Binongko. Masing-masing kecamatan mempunyai beberapa desa.

Kecamatan Binongko, memiliki beberapa desa/kelurahan, yaitu jika disebutkan dari ujung timur sampai barat begini urutannya: Wali, Jaya makmur, Lagongga, Wakarumende, Rukuwa, Palahidu, Palahidu Barat (Oneone), Bante,Makoro, Taipabu. Lalu, disusul dengan Kecamatan Togo Binongko, yaitu jika disebutkan seperti di atas, urutannya adalah Popalia, Oihu, Molle, dan Hakka.

Penulis sendiri bingung, kenapa pembagian desa/kelurahan di atas tidak sama atau tidak setara antara dua pihak masing-masing kecamatan. Karena sepengetahuan penulis, sejarah yang ada di Binongko tidak dibukukan, hanya berdasarkan tradisi lisan dari setiap tokoh-tokoh agama di setiap desa/kelurahan.

Berbicara Binongko, yaitu tidak terlepas dari sejarah munculnya berbagai macam trasdisi dari setiap desa di Binongko. Mulai dari pamali sampai tradisi-tradisi yang kadang susah dicerna secara nalar. Memercayai hal-hal gaib memang tidak dilarang dalam Islam, namun, ada beberapa kebiasaan atau adat yang agak menyimpang. Jika boleh saya mengambil contoh, pada menjelang idulfitri atau iduladha, ada semacam doa syukuran yang jika dilihat dari apa-apa yang disediakan di depang mata, ada satu benda yang tak perlu, yaitu dupa (kemenyan) dan rokok yang beralaskan beberapa daun sirih. Jika terjadi sebuah kejadian sesuatu yang aneh, seperti hilangnya kapal atau hilangnya orang di lautan sekitaran Pulau Binongko, akan diadakan ritual-ritual “aneh”, yaitu akan diadakan pembuangan ayam ke laut, dan “meminta” ke laut untuk mengembalikan korban yang hilang kepada keluarganya.

JOVI
Jovi Jus Dicaprio

Di atas adalah satu di antara beberapa contoh yang bisa jadi bertentangan dengan agama, khususnya Islam. Sengaja di sini saya bahas Islam, karena mayoritas penduduk Binongko adalah Islam. Malahan tidak ditemukan pemeluk agama, selain agama terakhir itu. Akan tetapi, untuk membahasnya butuh kajian mendalam dan komprehensif lagi. Masih banyak cerita atau mitos lain yang dapat diangkat dalam Pulau Binongko.

Dari segi mata pencaharian, masyarakat Binongko kebanyakan memilih untuk menjadi nelayan. Karena terkadang menjadi nelayan adalah bukan pilihan, tetapi takdir turun temurun yang diwariskan dari nenek moyang-nenek moyang terdahulu. Bukan hanya nelayan, masyarakat Binongko juga pada zaman dulu, banyak dari mereka berlayar, karena begitulah negeri pesisir dan mungkin juga nenenk moyang Indonesia dulunya suka berlayar bertarung dengan ombak, tanpa menggunakan mesin, hanya mengandalkan tiupan angin yang menjadi tolok ukur dari kecepatan kapal mereka.

Dilihat dari aspek pendidikannya, masyarakat Binongko terbilang banyak yang “patah polpen”, masih sedikit kabur akan pendidikan. Hanya mereka-mereka yang masih mempunyai keturunan bangsawan atau yang mampu saja, yang dapat menikmati enakanya “memakan” bangku sekolah. Banyak dari pernyataan dari orang tua dulu terhadap anakanya terkait hal ini.

“Nak jangan sekolah, guru sudah ada, dokter sudah ada, dan polisi sudah ada, untuk apa sekolah?”

Pernyataan tersebut, entah alasan saja atau memang tidak adanya uang untuk membiayai, atau pemahaman mereka tentang pendidikan mungkin sampai di situ saja.

Kehidupan di Binongko bisa dibilang keras. Dari segi mata pencaharian sangatlah susah. Kondisi lokasi yang boleh dibilang agak sedikit panas jika dibandingkan dengan kondisi di lain Pulau Binongko. Ditambah lagi dengan komposisi daratan yang dipenuhi dengan bebatuan. Hmm. Walaupun tanah terbilang sedikit di Pulau Binongko, tetapi hal tersebut tidak menghalangi masyarakat Binongko untuk tetap bercocok tanam, dari umbi-umbian sampai kelapa, mereka tetap konsisiten untuk tetap menanam. Karena semua itu adalah salah satu makanan pokok dari masyarakat Binongko.

Soami atau kasoami dalam bahasa Wangiwangi (Wakatobi) adalah makanan hasil dari olahan ubi kayu yang jika boleh, saya ceritakan proses pembuatannya. Baiklah, saya persilahkan diri sendiri untuk berkisah. Boleh, ‘kan?

Soami bahan dasar dari ubi kayu, proses pembuatannya adalah mula-mula ubi kayu dikupas dengan sangat sederhana, seperti cara mengupas mangga atau mengupas buah pada umumnya. Kemudian, ubi kayu diparut sampai sehalus mungkin, sampai tidak ada sisa yang keras, karena dapat menghambat pembuatan dari kasoami tersebut. Setelah diparut dan dihaluskan, ubi yang sudah halus dibungkus dalam karung yang kemudian diikat sekeras mungkin, sebab akan dijepit dengan batu dan ditindis dengan batu, tujuannya agar air yang ada dalam kandungan ubi, hilang dan habis. Untuk proses penghabisan airnya, tidak lama menunggu yang hanya menggunakan beberapa jam saja. Karena jika disimpan pagi, sorenya sudah bisa diambil dari penjepitan batu.

Kemudian setelah ubi kering, mulailah proses pemasakan. Ubi dipecangkan kembali dari bentuk kerasnya dan diisi dalam tempat khusus. Tempat masakanya yaitu bahannya dari daun kelapa yang dibentuk kerucut sehingga ubi tersebut dimasukkan ke dalam wadah. Hanya menunggu lima sampai sepuluh menitan, kasomi pun dibuka dari wadah tempat masaknya dan siap disantap dengan aman.

Apakah cukup informasi saya tentang Binongko? Mungkin tidak akan pernah cukup. Pulau yang memelihara batuan, kehidupan yang keras, tradisi, mitos, ombak tiada tenang, kuliner yang khas, dan segugus kisah manusianya mungkin tiada akan pernah utuh mengisahkan keuinikan Binongko-ku.

Untuk memahaminya, Anda harus ke sana. Saya tunggu, yah.

Kendari, Oktober 2018

JOVI JUS DICAPRIO yang karib dipanggil Jovi, lahir di Rukuwa, Buton, 26 Desember 1995. Lajang berumur 23 tahun tersebut, saat ini berstatus sebagai mahasiswa Fakultas Teknik, Universitas Haluoleo. Ia tinggal di Lorong Pekuburan, Jalan Mahkota Sultra. Ia hobi Main Gitar dan dapat dihubungi melalui nomor 082349577502. Tulisan ini dibuat sebagai bagian dari Pelatihan Menulis Relawan Pustaka Kabanti Kendari, 27-28 Oktober 2018.

#PustakaKabantiKendari
#PelatihanMenulisBagiRelawanBaru
#JurnalismeKomunitas

Sumbehttps://web.facebook.com/syaifuddin.gani/?ref=bookmarksr: