Moluska (L)
Setiap kali orang bercerita tentang siput
aku iba kepada mereka
Usah kau tanyakan
jarak bukanlah tulang rusuk waktu
seberapa pun dirinya lamban
usia tiada menyiangi inersia
—sebagaimana
waktu tiada menyaingi cinta
karena demikianlah
antara cangkang dan siput dilahirkan
apa adanya kasih asali
Cukuplah kau usaikan
gamang hayat itu
kita bersama meniti
mengusap bukitan batu
sesekali juga jurang atau karang
—mengembara isak-gelak sejiwa
Jika mereka mulai bercerita
dan bilamana lidah-lidah
menjelma ular siput
yang menjagal-ganjal langkahku
dengar kuberbisik di pipimu :
“Tiada siput tanpa cangkang
—sebagaimana
tak ada wanita tanpa lelaki
kendati akan jauh kelana hayat
relakan kuberingsut lamban
sebab raga lunak ini
manakala luka kekal di lara
Tiadalah dirimu beban bagiku
melainkan rumah nan kupinta,
rumah masa kerdilku,
rumah hilir hayatku
Maka izinkan aku hidup
—dalam kamu…”
||Kendari, 17 Mei 2020
Relaxa (L)
Mencintaimu
seperti menyeruput sekeping Relaxa
kadang kutafsirkan legit
dan sejuk setitik embun
tetapi rasa kadangkala parafrasa
kudapati bibir menerjemahkannya
jadi dingin
jadi pedis
jadi sinis
namun mengapa tetap saja manis?
||Kendari, 5 Juni 2020
Synnefiasménos
Kini antariksa menerjemahkan ibu
sebagai senja
Dulu sekali,
seorang gadis dilahirkannya nirmala
sebagai pelangi
Akhirnya dia mengerti mengapa senja
selalu indah dalam jingga hanya demi
menyamarkan merah luka
dan menunda diri jadi malam
yang lebam kesakitan
Seorang gadis cantik
berparas gelisah berlari
mencari senja di bawah
mendung dan hujan
yang menerjemahkan
dingin air mata ibunya
Sampai tibanya malam,
ia tak sempat jadi pelangi
||Kendari, 17 Juni 2020
Khianat Kama
Aku pernah mengahampiri
seseorang seperti sehelai daun
yang tanpa sengaja jatuh
di atas pundaknya
Betapa nyaman
ia mengajakku bercerita
sepanjang hujan
Berulang kali ditanyakannya
bagaimana mengajarkan
cinta yang buta untuk melihat
terus ia ulangi
dengan banyak bahasa
dan lebih banyak rasa
meski aku hanya
tersenyum dalam diam
Sampai saat usai rinai
aku kehabisan senyuman
dan pertanyaan itu
belum juga dapat kujawab
Mungkin dia hanya datang
untuk berteduh dari hujan
dan pamit sebelum
jejak kami
diabadikan matahari
Akhirnya aku mengerti
diriku baginya memang
tak lebih dari sehelai daun
yang ditangisi hujan,
dan selalu dicampakkan angin
kemanapun dia bertiup
Suatu saat nanti
aku akan menua
padam hayatku
menyatu tanah
tapi pendam cintaku
terbenam ke pohon ini
tabah menunggu
jika mungkin
kau datang
berteduh lagi
||Kendari, 18 Juni 2020
Sagitarius
Manakala kupaksakan kasihku padamu
jadilah aku jagal-pemburu
Tak ada pemanah
yang terlalu baik
tiada pula rusa
yang terlalu lugu
Tapi kutak pernah
bermimpi menjadi seorang pemanah
sebab katamu, “aku terlalu baik”
maka kutemukan kebaikanku
Tiada rela kulepaskan
—anak panah
pada seekor rusa
karena dia lebih memilih mati
daripada lari membawa luka
||Kendari, 14 Juni 2020
Karma Kama
Mencintaimu menjadikanku
—pelabuhan
Mungkin hari itu
kau memang hanya
bersandar di bahuku
untuk merebahkan pipimu
yang asin oleh air mata
Isak rintihan itu
masih kusimpan
seperti ombak
yang di lain waktu
menghempas-hempas
tubuhku!||Kendari, 20 Juni 2020
Karia’a (L)
Dalam mahariuh kota
Gadis-gadis kalis laksana kelasi
Yang kehilangan dayung dan layar
Perahunya mara lara
Digalang jalang gelombang
Hanya menyisakan
Tirani riak sakal peradaban
Yang tak mereka kenal
Paling tidak kelam
Atau karam
Tapi di Kaledupa,
Laut bagi perempuan
Adalah lintasan setiap doa
Yang digariskan seperti temali nadi
Pada hayat mengkal gadis muda
Orangtua menanam impian
Ke ladang hala gadis mereka
Sesekali juga keringat
Atau rintik mata
Ikut ditabur
Dari kedua telapak tangannya
Serupa teduh
Danau tengadah doa
Juta-juta mimpi
Tumbuh berseri nyala kala malam
Gadis-gadis melintas tujuh belas hari
Nirmala belas kasih
Semesta nala menunggu
Para Sara menerjemahkannya
Seperti mualim
Menakar tegar haluan kapal
Dengan binar gelora Orion
Yang tiada henti
Memburu ribu mimpi
Ke barat menyulam hayat
Dengan benang nadi dari timur
Maka genaplah Karia’a
Sebagai kemustakiman
Atas gadis Kaledupa
Ketika para lelaki
Mengumandangkan Lego
Kepada pertiwi mereka junjung
Singgasana para gadis
Laksana seorang dewi berkelana
Melintas lepas samudera
Yang senantiasa teduh
Umpama danau
Tengadah doa
Ayah-ibunya
||Kendari, 6 April 2019
Nirmala Kama
Aku sudah menantimu
teramat lama
Kini aku seperti daun tua
yang gugur dari pohonnya
Kau akhirnya datang juga
namun bersama seseorang
Tak apa,
masih cukup banyak
ketabahan yang kusimpan _
Kurelakan diri
menjadi alas membisu
tempat kalian berbaring
sambil bercerita tentang
bintang-bintang
Suatu hari nanti
aku akan mati
tetapi hujan akan
membenamkan hayatku
kepada tanah
sebagai nyawa yang baru
bagi pohon ini _
Aku lahir kembali
untuk tabah menanti
berharap kau datang
sendirian berteduh lagi
Semoga angin
meniupku jatuh
menyentuh pipimu
dan tepat bersandar
di pundakmu _
Dan semoga saja
kau tak sekedar
menyingkirkanku
supaya terjatuh
ke tanah lagi
||Kendari, 8 Juli 2020
Khatam Kama
Mempertahankan cintamu
seperti mengiris bawang
Meskipun pedih mata
kuharus terus menatapmu
tanpa berkedip
Sampai tiba akhirnya
mata hanya bisa merintih
seperti embun pagi
di atas daun
yang menghapus
jejak kupu-kupu malam
Biarlah selesai di sini
karena manakala
kupaksakan jemariku
mungkin teriris dengan liris
sinis
dan pedih
terluka
||Kendari, 21 Juli 2020
MUAMMAR QADAFI MUHAJIR (MQM), lahir di Baubau, Sulawasi Tenggara, 10 Oktober 2001. Sekarang duduk di bangku Kelas III, SMAN 4 Kendari dan pada bulan April 2019 baru saja mengikuti ujian nasional. Menulis puisi sejak usia sekolah menengah pertama. Pernah Juara I pada Sayembara Cipta Puisi kategori SMP/Sederajat Se-Sulawesi Tenggara yang diadakan Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara pada bulan Juni, 2015. Setelah itu tahun 2016, memperoleh Harapan I pada kegiatan yang sama di bulan Agustus, 2016 yang berkategori SMA/Sederajat. Ia juga Juara I Lomba Cipta Puisi Tingkat Nasional (peserta SMA dan Mahasiswa) yang dilaksanakan Laskar Sastra-UHO, Juara I Lomba Cipta Puisi KRAKATAU I Tingkat Nasional (Kategori SMA dan Mahasiswa) yang dilaksanakan FORKOMMI-UGM. Tahun 2017, menjadi peserta ARKI (Akademi Remaja Kreatif Indonesia) tahun 2017 dan naskahnya dibukukan Mizan Publishing House. Ammar, demikian sapaan akrabnya, juga Juara II pada Lomba Cipta Puisi Krakatau II Tingkat Nasional yang dilaksanakan oleh FORKOMMI-UGM, 2018. Terkini, ia Juara II pada Cipta Puisi, Festival Sastra FIB UGM yang dilaksanakan oleh Fakultas Ilmu Budaya UGM, 2018. Ia berkediaman di Jalan HEA Mokodompit, Lorong Salangga, Kota Kendari bersama kedua orang tua kandung. Sejak awal 2016, ia bergiat di Pustaka Kabanti Kendari. MQM juga terlibat aktif sebagai pengurus Fraksi Sastra (Frasa) di SMAN 4 Kendari. Di komunitas sekolah tersebut, ia aktif menulis puisi bersama teman sekolahnya. Bersama Pustaka Kabanti ia giat menulis dan membaca. Ia juga terlibat bersama perjalanan Roda Pustaka Kabanti keliling Kota Kendari untuk mengantar buku bacaan bagi anak-anak. Pada perjalanan itu, sebagian sajaknya lahir. Bulan Mei 2018, ia diundang pada Panggung Penyair Kabanti. Juni 2019, buku antologi puisi tunggalnya, Kubah Sajadah Murhum diterbitkan oleh Pustaka Kabanti. Puisi-puisinya pernah dimuat di Harian Rakyat Sultra. Selain itu juga dimuat di antologi puisi Rosaceae, Jagat Raya di Tubuh Ibu, Penjahit Telinga, dan Kreator Masa Depan. Tahun 2019, menerima Penghargaan Taruna Sastra dari Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Terkini, puisinya lolos seleksi untuk antologi puisi Jazirah 5 yang akan diterbitkan pada Festival Sastra Internasional Gunung Bintan (FSGIB), Kepulauan Riau, 2020.