SIARAN PERS

PEKAN HARI PUISI INDONESIA
Pustaka Kabanti—Yayasan Hari Puisi
Suara dari Kendari: Respons Penyair di Masa Pandemi
Kamis, 29 Juli 2021
Pukul 15.10—17.40 WITA

Pustaka Kabanti Kendari berkerja sama dengan Yayasan Hari Puisi baru saja selesai menyelenggarakan acara Pekan Hari Puisi Indonesia pada Kamis, 29 Juli 2021 mulai pukul 15.10—17.40 WITA.

Pekan Hari Puisi Indonesia adalah sebuah acara untuk merayakan Hari Puisi Indonesia, setiap tanggal 26 Juli, hari kelahiran Chairil Anwar, salah satu penyair terpenting Indonesia.

Pada sambutannya, Ketua Pustaka Kabanti, Syaifuddin Gani mengatakan bahwa komunitas sastra dan para penyair dalam situasi apa pun tetap akan berkarya. Begitu juga dengan di masa pandemi, puisi tetap ditulis, walau dalam situasi sulit. Pada akhirnya, puisi tak pernah jatuh dari langit kekosongan. Puisi yang menyuarakan pandemi ini tak dan tak bukan adalah bukti sensibilitas penyair sebagai anak kandung masyaratnya. Dijelaskannya bahwa di tengah masa yang sulit ini, Pekan Hari Puisi hari ini diikhtiarkan sebagai suara dari Kendari, respons penyair di masa pandemi.

Selaku Ketua Yayasan Hari Puisi, Maman S. Mahayana mengatakan bahwa senang sekali bisa bergabung dengan orang-orang hebat, para penyair yang selalu punya cadangan kreativitas dan selalu mewarnai kehidupan ini selalu berharga. Hidup menjadi lebih hidup. Karena itu, sejak menggauli kesuastraan, saya banyak belajar dari penyair dan membawanya ke dunia yang luar biasa kayanya, yang justru menjadi dasar kelahiran bangsa ini. Ia mengatakan, akar perpuisian Indonesia itu begitu penting untuk ia sampaikan di acara pekan puisi tersebut. Beliau mengatakan bahwa selama ini ada anggapan di dunia pengajaran kita dan anggapan para penyair kita, puisi seolah-olah datang dari Belanda yang kemudian “dikunyah” begitu saja. Akibatnya menafikan dan menghilangkan kebudayaan kita.

Pada momen tersebut, penulis buku Kitab Kritik Sastra tersebut mengatakan Buton memiliki kekayaan luar biasa dalam hal sastra. Akan tetapi masih terbatas akses untuk mendapatkan dan membaca naskah Buton, padahal itu adalah kekayaan sastra bangsa. Ia mengatakan di bahwa di masa depan semoga kekayaan budaya Buton dapat diakses oleh banyak orang. Dengan demikian, Buton akan dapat memberikan sumbangan penting bagi bangsa.

 

Para penyair pun tampil membacakan karya puisi terbaiknya. Penyair dari luar Sulawesi Tenggara yang tampil adalah Abdul Wachid B.S. (Yogyakarta), Zulfaisal Putera (Kalimantan Selatan), dan Ibu Mezra E. Pellondou (Nusa Tenggara Timur). Sementara itu dari Sulawesi Tenggara penyair yang tampil adalah Irianto Ibrahim, Astika Elfakhri, Adhy Rical, Sartian Nuriamin, Muammar Qadafi Muhajir, Muhamad Nadzir, La Ode Muhammad Rauf Alimin, Erviana Hasan, dan Syaifuddin Gani. Musisi Hasluddin Eros Lastra tampil juga dengan karya musikalisasi puisi yang dibawakannya. Salah seorang dari peserta yakni novelis Sumiman Udu menyanyikan bhant-bhanti, sebuah tradisi lisan dari Wakatobi.

Lewat larik-larik puisi, para penyair mampu mencerahkan peserta yang menikmatinya lewat layar virtual. Apresiasi dan tanggapan peserta dituangkan melalui kolom obrolan (chat) di layar Zoom.

Karya para sastrawan memperlihatkan respons di masa pandemi. Pada kegatan itu, Bastian Zulyeni tidak dapat bergabung, karena tiba-tiba ada agenda mendesak. Adapun Iwan Konawe, harus istiraha di rumah karena sakit.

Pada meterinya berjudul Akar Perpuisian Indonesia, pengajar sastra di Universitas Indonesia tersebut membuat pembabakan puisi Indonesia yakni Zaman Animisme, Zaman Hindu, Zaman Islam (Abad ke-12—Abad ke-20), Zaman Suratkabar Awal (1856—1900), Zaman Kesadaran Gerakan Kebangsaan (1908—1928), dan Pasca-Sumpah Pemuda: Puisi Indonesia (1928—kini). Pembabakan tersebut menegaskan bahwa puisi Indonesia memiliki akarnya sendiri yang lahir dari sejarah kebudayaan nusantara yang panjang.

Hal penting di dalam materinya tersebut bahwa ada persoalan besar yang dihadapi bangsa ini yakni kita seperti tercerabut dari akar perpuisian kita. Ini menjadi persoalan, karena khazanah sastra etnik seperti tenggelam begitu saja. Padahal justri dari situlah perpuisian itu Indonesia lahir dan menggelinding menjadi sastra Indonesia. Mudah-mudahan semoga dengan terus menggelindingkan wacana ini sehingga menjadi pertimbangan bagi Kemdikbudristek dan Badan Bahasa menjadi bahagian penting dan tak terpisahkan dengan khazanah sastra Indonesia.

Pekan Hari Puisi Indonesia berakhir sebelum waktu Magrib di sekitar Kambu, lokasi Pustaka Kabanti Kendari, pelaksana kegiatan.

Selamat Hari Puisi Indonesia.

Pustaka Kabanti-Yayasan Hari Puisi

Kendari, 29 Juli 2021