Kepada Anawai

Kembang di langit tenggara
Mengenalmu semacam jalan minyak wangi
Harumnya menghimpun di pematang sawah
Perlahan bergema di pusat kota
Mengantarnya membentuk pertikaian

Siapakah yang hadir itu melayarkan pekarangan
Memanggil angin menumpang di rumah tetua
Tampak ia menyuguhkan nafsu berahi?

Barangkali di tahun-tahun musim pergantian
Atau di ladang-ladang kehidupan
Ada rahasia yang tembus menjemput usia
Kini di tanganmu arena kehidupan
Tetap gapai citamu
Kau menabur melati
Sesaat puluhan kali mengembara
Jangan beranjak di ruang penyesalan

Kami mengetuk mentari dalam catatan
Sehabis panen menghidupkan pijar harapan
Mendera tubuh untuk mimpi-mimpi yang laten
Di kejauhan menandaskan pusaran
Perawan ladang peraih bintang

Dan bila masa bahagia menghampiri
Rusukmu yang bengkok akan muncul
Membersamai bulan Syawal
Permata indah berselendang sutra
Hadir dalam kalosara
Membawa satu janji bahagia

Jakarta, 18 Juni 2020

Tangis Tersimpul

Kini getir telah tiba
Mengantar wajah sendiri
Begitu sesak menusuk bayang
Dekap embun lepas malam

Ternyata pernikahan tanpa cinta
Adalah dingin dari kehampaan
Laksana api yang dipaksa menyala
Tanpa bahan bakar
Teramat bergelombang
Selalu berakhir dalam gelap

Ketika sepi menandaskan air mata
Tuhan duduk di ujung takdir
Menjatuhkan segala kuasa
Betapa berat menjodohkan
Raga menoreh luka
Tertawa dalam risau

Bahagia di debur diam
Semua terlelalap kejam
Ketakutan pekat bergumpal
Dialah tangis tersimpul

Jakarta, 12 Juni 2020

MUHAMAD NADZIR lahir di Watuputih, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara, 7 Mei 1995. Masa kecil banyak dihabiskan di Kota Raha yang terkenal sebagai pusat peradaban layang-layang tertua di dunia. Lulusan Pendidikan Bahasa & Sastra Indonesia, Universitas Halu Oleo (UHO), Kendari. Semasa kuliah bergabung di Laskar Sastra Universitas Halu Oleo. Sejak tahun 2018, bergiat di Pustaka Kabanti Kendari dan aktif di dalam menulis sastra. Puisi-puisinya tergabung dalam antara lain di antologi Teluk Bahasa (2014), Merindu Mentari di Bumi Anoa (2015), Tak Ada Mata (Hari) (2019), Pandemi Puisi (2020), Rantau (2020), dan Menikah Yang Menikam (2020). Aktif bergiat di Laskar Sastra UHO dan Pustaka Kabanti Kendari. Saat ini mencoba petualangan di Jakarta sambil tetap bergiat di Pustaka Kabanti Kendari secara jarak jauh-jarak dekat lewat komunikasi digital. Puisi-puisi ini termuat dalam antologi Menikah yang Menikam (2020) yang diterbitkan oleh Yayasan Labuhanbatu Berbagi Gemilang.