Tanggapan atas Surat Pernyataan Tim Kurator Kemdikbudristek

Oleh: Malkan Junaidi

Di antara penjelasan dari Direktorat Sekolah Dasar mengenai Kurikulum Merdeka adalah sebagai berikut.

“Kurikulum Merdeka memberikan keleluasaan kepada pendidik untuk menciptakan pembelajaran berkualitas yang sesuai dengan kebutuhan dan lingkungan belajar peserta didik.”

Tampak jelas di sini, pemerintah menaruh kepercayaan besar terhadap kemampuan tenaga pendidik, dan karena itu penjelasan Anindito Aditomo, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (KBSKAP), pada peluncuran buku Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra 20 Mei 2024 silam berikut menimbulkan tanda tanya.

“Membaca bukan sesuatu yang alamiah bisa kita peroleh. Ini harus kita upayakan secara sistematis. Karena itu kami di Kemdikbudristek sudah punya banyak inisiatif sebelum ini. Kita sudah membuat penjenjangan buku. Kita sudah punya kerangka, untuk pembaca awal buku itu harusnya seperti apa, pembaca semenjana seperti apa, pembaca yang sudah tingkat lanjut seperti apa. Kita juga sudah menyusun buku-buku, fiksi maupun nonfiksi, untuk setiap jenjang itu, dan menjadi benchmark bagi penerbit-penerbit swasta—tantangan gitu ya ini—buku-buku yang bagus untuk setiap jenjang itu seperti ini.”

Apakah Kurikulum Merdeka dengan “memberikan keleluasaan kepada pendidik” sebagai salah satu turunannya di atas jargon belaka? Juga bukankah pernyataan Anindito di atas (terutama mengenai benchmarking) berarti bahwa program rekomendasi buku yang belum usai gaduhnya itu benar suatu bentuk kanonisasi—hal yang dibantah oleh Okky Madasari, salah satu anggota tim kurator?

Saya telah berburuk sangka, mengira para kurator itu tidak bakalan meminta maaf karena merasa tidak menyalahi aturan apapun. Permintaan maaf itu ternyata muncul, ditaruh di poin 8 surat pernyataan mereka yang tertanggal 29 Mei 2024 itu.

Pada poin 1, tim kurator menyatakan bahwa, sesuai surat keputusan KBSKAP, masa tugas tim kurator adalah Agustus hingga November 2023, yakni empat bulan. Ini sayangnya tidak sesuai dengan keterangan di halaman v buku Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra: “Proses kuratorial yang dilakukan dalam kurun waktu Juli 2023 sampai dengan Desember 2023 (…)”. Terdapat selisih dua bulan. Mana yang benar?

Tidak ada keterangan yang jelas dan tegas mengenai hal krusial yang jadi pertanyaan publik selama ini: siapa yang merekomendasikan 14 buku karya tim kurator di panduan itu? Bagaimanapun dari 3 hal yang dicantumkan di poin 1 berikut bisa disimpulkan bahwa sesama kuratorlah perekomendasinya.

“Adapun tugas Tim Kurator adalah (1) melakukan penentuan kriteria kurasi Buku Nonteks Sastra berdasarkan Dimensi Profil Pelajar Pancasila; (2) melakukan kurasi Buku Nonteks sastra berdasarkan kriteria yang telah disusun; (3) memberikan rekomendasi Buku Nonteks sastra hasil kurasi untuk mendukung Program Pemanfaatan Karya Sastra Indonesia untuk Pembelajaran pada Satuan Pendidikan dalam Kebijakan Merdeka Belajar.”

Ini dikuatkan oleh Eka Kurniawan, notabene anggota tim kurator juga, tanggal 25 Mei 2025 melalui akun X alias Twitter-nya.

“Di rapat sy mengusulkan kurator gak mengusulkan karyanya sendiri, abstain jika kurator lain mengusulkan. Tapi mungkin ke dpn harus diperbaiki: bener2 gak boleh ada, atau kurasi diserahkan ke non-penulis, misal serahkan sj ke tim guru2. Atau jika ada usul lain, sy bisa sampaikan.”

Saya mendapat bocoran bahwa kurator A tidak mengetahui siapa yang merekomendasikan bukunya. Tapi ia punya dugaan pelakunya kurator B. Bagaimanapun ketika kurator B dimintai klarifikasi, ternyata negatif, bukan dia yang merekomendasikan. Ini berarti koordinasi tim itu sangat buruk. Mereka bekerja tidak sebagaimana kelaziman sebuah tim kurator. Semestinya seluruh tim tahu siapa merekomendasikan apa. Pun seluruh yang hendak direkomendasikan harusnya telah disepakati oleh lebih dari separuh jumlah anggota.

Pada poin 2 surat pernyataan, tim kurator membantah keterangan di kolofon panduan yang menyatakan bahwa penyusun buku panduan tersebut adalah tim kurator. Sebetulnya, siapa sang penyusun diterangkan di halaman vi panduan tersebut.

“Proses kurasi dilanjutkan dengan proses reviu dan penyusunan panduan penggunaan buku sastra oleh para pendidik dalam kurun waktu Februari-April 2024.”

Juga di kolofon disebutkan 39 nama Tim Reviewer Buku Sastra alias Kontributor Guru. Kemungkinan besar pihak inilah yang dimaksud, dan ini tentu sangat ironis, menunjukkan betapa buruk pengetahuan kebahasaan dan ke(su)sastraan para guru ini, dan pada pangkalnya: ketidakmampuan Kemdikbud atau KBSKAP dalam merekrut tenaga kerja yang kompeten.

Pada poin 3, tim kurator mengaku tidak tahu-menahu soal penyusunan buku dimaksud. Ini menyedihkan. Kalau Anda diberi privilese sebagai 17 manusia terpilih dari ribuan atau bahkan jutaan manusia lain di Indonesia untuk membuat keputusan yang mungkin bakal berpengaruh besar bagi dunia pendidikan (paling tidak dunia per-ghibah-an media sosial) di Indonesia, Anda mestinya bertanya sebelum menerima job: hasil kerja saya nanti dipergunakan untuk apa?

Poin 4, okelah. Tapi ingat, kalian pun tak pernah membuat penjelasan tentang misal kenapa buku Martin Suryajaya, yang nyaris tak dikenal sebagai penyair itu, yang bukunya kalian rekomendasikan pada kategori puisi, dan bukan mereka yang sudah sangat terkenal sebagai penyair dan pernah mendapat sekian penghargaan untuk karya puisi mereka?

Poin 5, jadi file itu di-unpublish atas permintaan kalian, bukan sebab gencarnya protes?

Poin 6, jangan terburu-buru, ujicobakanlah dulu dalam skala kecil. Jangan ujuk-ujuk dijadikan program berskala nasional.

Poin 7, lantas bagimana dengan permintaan Nirwan Dewanto (dan atau penulis lain kalau ada) agar bukunya juga dihapus dari daftar rekomendasi?

Poin 8, “Tim Kurator meminta maaf sedalam-dalamnya atas semua kesesatan ini.” Kesesatan atau penyesatan? Kalau kesesatan, maka bertaubatlah kepada Tuhan. Kalau penyesatan, bukannya dari poin 1 tak tampak kalian melakukan suatu penyesatan. Pihak lainlah yang menurut kalian melakukannya. Kesesatan (sic) mana yang kalian maksud, yang ingin kami maafkan?

3 Juni 2024